01/12/2009
Seorang pembaca NU Online menanyakan fasal tentang tawassul atau mendoakan melalui perantara orang yang sudah meninggal. "Apakah bertawasul/berdo'a dengan perantaraan orang yang sudah mati hukumnya haram atau termasuk syirik karena sudah meminta kepada sang mati (lewat perantaraan)? Saya gelisah, karena amalan ini banyak dilakukan oleh masyarakat di Indonesia. Apalagi dilakukan sebelum bulan Ramadhan dengan mengunjungi makam-makam wali dan lain-lain sehingga untuk mendo'akan orang tua kita yang sudah meninggal pun seakan terlupakan," katanya.
Perlu kami jelaskan kembali bahwa tawassul secara bahasa artinya perantara dan mendekatkan diri. Disebutkan dalam firman Allah SWT:

يآأَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, " (Al-Maidah:35).

Pengertian tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat muslim selama ini bahwa tawassul adalah berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah SWT. Jadi tawassul merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT. Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa.

Banyak sekali cara untuk berdoa agar dikabulkan oleh Allah SWT, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan didahului bacaan alhamdulillah dan shalawat dan meminta doa kepada orang sholeh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar doa yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah SWT . Dengan demikian, tawasul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan

Para ulama sepakat memperbolehkan tawassul kepada Allah SWT dengan perantaraan amal sholeh, sebagaimana orang melaksanakan sholat, puasa dan membaca Al-Qur’an. Seperti hadis yang sangat populer diriwayatkan dalam hadits sahih yang menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam gua, yang pertama bertawassul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya; yang kedua bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu menjahui perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya; dan yang ketiga bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya  yang mampu menjaga amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga.

Adapun yang menjadi perbedaan di kalangan ulama adalah bagaimana hukumnya bertawassul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang yang dianggap sholeh dan mempunyai martabat dan derajat tinggi di mata Allah SWT. Sebagaimana ketika seseorang mengatakan: “Ya Allah SWT aku bertawassul kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammmad SAW atau Abu Bakar atau Umar dll”. Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini.

Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh. Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena pada dasarnya tawassul kepada dzat (entitas seseorang), adalah tawassul pada amal perbuatannya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang diperbolehkan oleh ulama’. Pendapat ini berargumen dengan prilaku (atsar) sahabat Nabi SAW:

عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ إِنَّ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ كَانَ إِذَا قَحَطُوْا اسْتَسْقَى بِالعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ المُطَلِّبِ فَقَالَ  اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إَلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتُسْقِيْنَا وَإِنَّا نَنَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَافَيَسْقُوْنَ. أخرجه الإمام البخارى فى صحيحه ج: 1 ص:137

“Dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Umar berkata: "Ya Allah, kami telah bertawassul dengan Nabi kami SAW dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman Nabi kita SAW, maka turunkanlah hujan..”. maka hujanpun turun.” (HR. Bukhori)

Imam Syaukani mengatakan bahwa tawassul kepada Nabi Muhammad SAW  ataupun kepada yang lain (orang shaleh), baik pada masa hidupnya  maupun  setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para sahabat. "Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah SWT, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah SWT yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi hamba yang shalih, hidup atau mati tak membedakan atau membatasi kekuasaan Allah SWT, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat."

Orang yang bertawassul dalam berdoa kepada Allah SWT menjadikan perantaraan berupa sesuatu yang dicintai-Nya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai perantaraan tersebut. Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah SWT bisa memberi manfaat dan madlarat kepadanya. Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah SWT itu bisa memberi manfaat dan madlarat, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlarat sesungguhnya hanyalah Allah SWT semata.

Jadi kami tegaskan kembali bahwa sejatinya tawassul adalah berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah SWT. Tawassul hanyalah merupakan pintu dan perantara dalam berdoa untuk menuju Allah SWT. Maka tawassul bukanlah termasuk syirik karena orang yang bertawasul meyakini bahwa hanya Allah-lah yang akan mengabulkan semua doa. Wallahu a’lam bi al-shawab.

H M. Cholil Nafis
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU
 NU Online A reader asks about Tawassul chapter or through the intermediary of people praying for the dead. "Is bertawasul / berdo 'a by the hand of a dead person, or include haraam because it is Shirk to ask the dead (through mediation)? I'm nervous, because this practice done by many people in Indonesia. Moreover, performed before the month of Ramadan by visiting the graves -tomb guardians and others so as to pray for our parents who have died even if forgotten, "he said.
We need to explain again that the language means Tawassul intermediaries and closer. Mentioned in the word of Allah SWT:

يآأيها الذين آمنوا اتقوا الله وابتغوا إليه الوسيلة

"O ye who believe, fear Allah and seek the way to draw closer to Him," (Al-anymore: 35).

Tawassul understanding as understood by Muslims during this that Tawassul is pray to Allah through an intermediary, whether an intermediary in the form of our good deeds or through pious people who we think have a position closer to Allah SWT. So Tawassul is a prayer to the door and intermediaries to Allah SWT. Tawassul is one way of praying.

There are so many ways to pray that is granted by Allah SWT, such as praying at the third last night, pray at Maqam Multazam, pray to thank God and shalawat preceded readings and asked for prayers to the pious. Similarly Tawassul is one prayer that our efforts to be accepted and granted, turning to Allah SWT. Thus, alternative Tawassul is in prayer and not a necessity

The scholars have agreed to allow Tawassul to Allah SWT with the intercession of pious charity, as people perform their prayers, fasting and reading the Qur'an. Like a very popular tradition narrated in authentic hadith that tells of three people trapped inside the cave, the first bertawassul to God Almighty for the good deeds of their parents, who both bertawassul to Allah SWT for his actions are always menjahui moral turpitude even though there are opportunities to do so; and the third bertawassul to Allah SWT for his actions that is able to maintain the mandate to the property of others and return with intact, Allah SWT gives a way out for three of them.

As for the differences among legal scholars is how bertawassul not by his own deeds but by someone who is considered pious and have a high degree of dignity and in the eyes of Allah SWT. Like when someone says: "O Allah SWT I bertawassul Thee through Thy Prophet Muhammad, SAW, or Abu Bakr or Umar etc". The scholars differ about this matter.

Opinion of the majority of scholars say may, but some scholars say may not. But when examined in greater detail and depth, these differences is necessary not only to the extent the differences are fundamental differences because basically Tawassul to the Essence (one entity), is Tawassul on his deeds, so that in the category Tawassul allowed by scholars'. This opinion was arguing with the behavior (atsar) Companions of the Prophet SAW:

عن أنس بن مالك إن عمر بن الخطاب كان إذا قحطوا استسقى بالعباس بن عبد المطلب فقال اللهم إنا كنا نتوسل إليك بنبينا فتسقينا وإنا ننتوسل إليك بعم نبينا فاسقنافيسقون. أخرجه الإمام البخارى فى صحيحه ج 1 ص: 137

"From Anas ibn Umar ibn Khattab malik that when faced with drought, they ask for rain by Abbas ibn Abdul Muttalib and 'Umar said:" O Allah, we have bertawassul with our Prophet SAW and you give us rain, so now we bertawassul with Uncle Our Prophet SAW, then derive the rain .. ". the rain falls." (narrated by Bukhari)

Syaukani Imam said that Tawassul to Prophet Muhammad or the other (pious people), both during his lifetime or after death is a consensus of the Companions. "Know that Tawassul not ask for the strength of the dead or the living, but mediated to keshalihan someone, or closeness to Allah SWT rank, sometimes is not benefit of all mankind, but from God Almighty who has chosen that person until he became a servant of the righteous, living or death did not distinguish or limit the power of God Almighty, for their piety and their closeness to Allah SWT remains eternal even though they have died. "

People who bertawassul in praying to God Almighty to make intercession be something that she loved him and also believes that Allah loves those mediation. Bertawassul People should not believe that intermediary to Allah SWT can provide benefits and madlarat him. If he believes that something that made intercession to God Almighty that can give benefit and madlarat, then he has to do to shirk, because that could provide real benefits and madlarat only Allah SWT alone.
So we say again that the true Tawassul is pray to Allah through an intermediary, the intermediary either in the form of our good deeds or through pious people who we think have a position closer to Allah SWT. Tawassul is only an intermediary in the door and pray to get to Allah SWT. So Tawassul is not included because the person who bertawasul Shirk believes that only God who will grant all the prayers. And Allaah knows best bi al-shawab.

M. H Cholil Nafis
Vice Chairman of the Institute Bahtsul Masail NU
 
Top